Hidayah Allah telah menerangi hati Nabi Ibrahim. Patung-patung yang disembah ayahnya, yang dijadikan Tuhan oleh penduduk, juga oleh Raja Namrud, menggangu pikiran dan perasaannya. Dia selalu termenung dan bertanya-tanya, “Mengapa manusia menyembah Patung atau berhala-berhala itu? Padahal patung-patung itu tidak dapat mendengar dan melihat, apalagi menghidupkan dan mematikan? Kalau berhala-berhala itu adalah Tuhan, yang dibuat manusia, siapakah yang menciptakan manusia?”
Siang dan malam Ibrahim mencari-cari Tuhan yang sebenarnya dengan akalnya sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an. “Ketika hari telah malam, Ibrahim melihat bintang, katanya, “Inilah Tuhanku”, tetapi setelah dilihatnya bintang itu terbenam, ia berkata, aku tidak akan bertuhan kepada yang terbenam. Sesudah itu ia juga meliaht Bulan Purnama yang memancarkan cahayanya gilang gemilaang, ia pun berkata, “Inilah Tuhanku?” tetapi setelah bulan itu lenyap, lenyap pula pendapatnya bertuhan pada Bulan itu, dan ia pun berkata, kalau tidak Tuhanku yang sebenarnya yang menunjukkan, tentu aku akan menjadi sesat. Pada waktu siang dilihatnya Matahari, (Yang lebih besar dan lebih bercahaya daripada apa-apa yang dilihat sebelumnya) maka iapun berkata, “O, inilah Tuhanku yang sebenarnya, inilah yang paling besar, tetapi setelah Matahari terbenam iapun berkata, “Hai kaumku, aku tidak mau menyekutukan Tuhan sepertimu, aku hanya bertuhan kepada yang menjadikan langit dan bumi dengan Ikhlas dan sekali-kali tidak mau mempersekutukan-Nya.” (Al-An’am: 76-78).
Setelah Nabi Ibrahim melakukan dakwahnya, menyiarkan agama Allah, dia berani membersihkan keprcayaan-kepercayaan yang tidak benar. Diapun berani menghancurkan berhala-berhala yang tidak memberi manfaat.
Pada suatu hari penduduk negerinya melakukan upacara agama. Mereka keluar kampung bersama Raja Namrud. Kampung manjadi kosong, saat itulah Nabi Ibrahim pergi ke rumah berhala, menghancurkan benda-benda itu satu persatu. Ia sengaja meninggalkan satu berhala besar utuh dengan sebuah kapak dikalungkan pada lehernya.
Ketika penduduk dan Raja Namrud pulang, mereka melihat berhala-berhala sudah hancur. Mereka menduga Ibrahimlah yang memecahkan tuhan-tuhan mereka itu. Raja Namrud murka. Ibraim dipanggilnya. “Wahai Ibrahim, engkaukah yang memecahkan berhala-berhala itu?” tanya Raja Namrud setelah Nabi Ibrahim menghadap.
“Bukan aku,” jawab Nabi Ibrahim, “Berhala besar itu yang menghancurkan berhala-berhala yang kecil itu, buktinya kapak masih tergantung di lehernya.”
Raja Namrud bertambah marah, “Mana mungkin patung dapat berbuat semacam yang engkau katakan itu!”
“Kalau patung itu tidak dapat berbuat apa-apa, mengapa kalian sembah?” tanya Ibrahim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar